AMSTERDAM - Menggunakan nanoteknologi, ilmuwan Belanda telah menemukan cara untuk mengubah bahan yang berasal dari tanaman menjadi zat pembangun plastik biasa. Cara baru ini bisa jadi alternatif pembuatan plastik yang berbasis minyak.
Tim dari Utrecht University dan Dow Chemical Co menghasilkan etilen dan propilen, yaitu penyusun bahan plastik, yang ditemukan dalam segala hal dari CD ke tas dan karpet. Demikian diwartakan ABC Science, Jumat (24/2/2012).
Bioplastic (plastik berbahan materi biologis) yang sudah ada sekarang (terbuat dari tanaman seperti jagung dan gula), hanya bisa digunakan dengan terbatas karena mereka tidak tepat untuk difungsikan sebagai pengganti produk berbasis minyak.
Sebaliknya, sistem baru ini menghasilkan bahan kimia sama dengan yang dibuat melalui petrokimia, sehingga memiliki kemungkinan untuk digunakan dalam berbagai industri. Ini juga berarti bahan tersebut tidak akan terurai, meskipun dibuat dari sumber daya yang terbarukan.
Peneliti Krijn De Jong dan rekan-rekannya membayangkan menggunakan sumber biomassa (sumber energi terbarukan berasal dari materi biologis) yang bukan dari bahan makanan untuk proses baru itu. Misalnya pohon atau rumput yang tumbuh dalam waktu cepat.
Namun plastik yang terbuat dari biomassa ini masih berkemungkinan menimbulkan kritik, seperti yang dialami produksi bahan bakar hayati. Kritik tersebut mengatakan bahwa produksi bahan bakar hayati bisa menghabiskan lahan yang mestinya ditujukan untuk pertanian, kemudian berdampak pada berkurangnya produksi pangan serta sumber air, sementara populasi dunia semakin bertambah.
Penelitian oleh De Jong dan rekan-rekannya, yang diterbitkan dalam jurnal Science, masih pada tahap awal. Sekarang penelitian tersebut akan membutuhkan pengujian skala besar dan proyek percontohan, sehingga tidak akan hadir di pasar selama beberapa tahun ke depan.
Tim dari Utrecht University dan Dow Chemical Co menghasilkan etilen dan propilen, yaitu penyusun bahan plastik, yang ditemukan dalam segala hal dari CD ke tas dan karpet. Demikian diwartakan ABC Science, Jumat (24/2/2012).
Bioplastic (plastik berbahan materi biologis) yang sudah ada sekarang (terbuat dari tanaman seperti jagung dan gula), hanya bisa digunakan dengan terbatas karena mereka tidak tepat untuk difungsikan sebagai pengganti produk berbasis minyak.
Sebaliknya, sistem baru ini menghasilkan bahan kimia sama dengan yang dibuat melalui petrokimia, sehingga memiliki kemungkinan untuk digunakan dalam berbagai industri. Ini juga berarti bahan tersebut tidak akan terurai, meskipun dibuat dari sumber daya yang terbarukan.
Peneliti Krijn De Jong dan rekan-rekannya membayangkan menggunakan sumber biomassa (sumber energi terbarukan berasal dari materi biologis) yang bukan dari bahan makanan untuk proses baru itu. Misalnya pohon atau rumput yang tumbuh dalam waktu cepat.
Namun plastik yang terbuat dari biomassa ini masih berkemungkinan menimbulkan kritik, seperti yang dialami produksi bahan bakar hayati. Kritik tersebut mengatakan bahwa produksi bahan bakar hayati bisa menghabiskan lahan yang mestinya ditujukan untuk pertanian, kemudian berdampak pada berkurangnya produksi pangan serta sumber air, sementara populasi dunia semakin bertambah.
Penelitian oleh De Jong dan rekan-rekannya, yang diterbitkan dalam jurnal Science, masih pada tahap awal. Sekarang penelitian tersebut akan membutuhkan pengujian skala besar dan proyek percontohan, sehingga tidak akan hadir di pasar selama beberapa tahun ke depan.